Jumat, 03 April 2020

Sakit dan Mimpiku

Karya: Fahriza Albar Maulana 
Kelas VI A -2019/2020

Namaku Fahriza, usia 12 tahun. Aku bersekolah di SDN Pondok Kelapa 04 dan saat ini  duduk di  kelas 6. Sudah lama aku mengidap sakit Leukimia atau kanker darah yang orang bilang adalah penyakit mematikan. Empat tahun sudah aku berjuang melawan sakitku. Namun, aku tetap semangat menjalani hari-hariku. Bagiku sakit bukan akhir dari segalanya.
Aku didiagnosa kanker sejak usia 8 tahun. Saat itu aku baru kelas 2 dan belum memahami apa itu leukimia. Mamaku  Cuma  bilang  ada  monster  di  tubuhku  yang harus dilawan dengan kemoterapi. Istilah kemoterapi pun masih asing di telingaku. Yang aku tahu, aku merasakan sakit  yang  luar  biasa
saat  ada  benda  asing  masuk  di tulang belakangku.
Awal pengobatan  dengan  jadwal kemoterapi  yang padat memaksaku untuk tidak sekolah berbulan-bulan lamanya. Saat itu   aku merasa masa kecilku terampas. Aku tidak bisa bermain, tak bisa sekolah, tidak boleh makan ini itu, dan yang membuatku sangat tidak nyaman kemana-mana tidak boleh melepas masker. Aku merasa berbeda dengan teman-teman seusiaku. 
Waktu terus berlalu. Aku mulai merasakan manfaat dari kemoterapi, yang awalnya aku tidak bisa berjalan, tidak bisa menengok, dan seluruh tubuhku sakit seperti ditusuk-tusuk. hilang dengan kemoterapi. Sejak itu aku mulai bisa beraktifitas lagi. Aku kembali ke sekolah, bisa bermain walaupun dalam batas-batas tertentu sesuai anjuran dokter.
Dua tahun lebih menjalani kemoterapi. Bulan Maret 2018 aku dinyatakan remisi oleh dokter, atau sel kanker  0%  dan  bebas  dari  kemoterapi.  Kebahagiaan yang luar biasa aku rasakan pada saat itu. Tapi, kebahagiaan itu hanya sebentar saja karena bulan Juli dan masih di tahun yang sama aku mengalami kekambuhan
Tepat di hari ulang  tahunku yang ke 11 dan sekaligus menjadi kado teburuk yang aku dapat. Hari itu dokter mendiagnosa aku relaps atau kembali ke pengobatan awal karena hasil BMP menunjukkan sel kanker  kembali  lagi  ke  tubuhku,  bahkan  sudah menyebar ke otak. Saat itu aku pun sempat mengalami kebutaan sementara. Di hari itu duniaku terasa kiamat. Masa depanku gelap, dan aku merasa umurku sudah tak lama lagi. Aku menolak untuk kemoterapi, karena aku berpikir kemoterapi tidak bisa menyembuhkanku. 
Di awal relaps aku kembali ke kursi roda. Tubuhku lemah, badanku mengurus, dan memaksaku untuk terbaring lama di rumah sakit. Masih lekat dalam ingatanku bagaimana sabarnya mama menghadapiku, merawatku, menemaniku, menguatkanku dan meyakinkanku bahwa aku akan baik-baik saja, aku pasti sembuh.
“Kemoterapi adalah bentuk ikhtiar kita, karena sejatinya hanya Allah lah penentu segala sesuatu”, mama berbisik lembut sambil memelukku. Karena kata-kata itulah akhirnya aku mau kembali menjalani kemoterapi.
Setahun telah berlalu. Sekarang usiaku sudah 12 tahun. Waktu telah merubah sudut pandangku. Awalnya aku merasa sakit ini adalah beban, tapi tidak untuk sekarang.  Aku  merasa  sakit  ini  adalah  anugerah  dan bentuk kasih sayang Tuhan untukku, karena mama bilang hanya orang-orang terpilihlah yang Tuhan kasih ujian sakit sepertiku.
Kini  aku  tak  lagi  takut  menghadapi  hari  esok.  Aku tidak pernah takut lagi akan kematian, karena sejatinya semua  orang  pasti  akan  menjumpai  kematian. Mama selalu bilang semua orang sejak dalam kandungan sudah ditentukan  saat  kelahirannya, jalan hidup, dan ajalnya. Jadi sakit bukan  penyebab  seseorang  untuk  meninggal, tapi takdirlah  yang  menyebabkan  seseorang  menjumpai ajalnya.  Aku harus terus melangkah, terus semangat karena kesembuhan ada pada tekad, semangat serta keinginan yang kuat untuk sembuh. 
“Anak hebat” itulah julukan untuk anak-anak pejuang kanker sepertiku. Sama seperti julukanku, aku harus menjadi anak hebat yang berani bermimpi dan mengukir prestasi, walaupun waktuku banyak dihabiskan di rumah sakit. Sakit bagiku bukan alasan untuk berdiam diri karena semua orang punya hak untuk bisa meraih mimpi. Harapanku, sama seperti di Maret 2018 aku bisa kembali remisi dan si Monster Jahat tidak kembali lagi ke tubuhku. Aku bisa menjadi survivor dan menjadi motivasi buat anak- anak penderita kanker sepertiku. Mimpiku adalah kelak aku bisa menjadi pengusaha sukses agar bisa membantu meringankan beban para penderita kanker.

(Cerita belum berakhir. Jika saat ini aku harus berterima kasih, pertama aku ingin berterima kasih pada mama dan ayahku yang tak pernah lelah mendampingiku. Kedua terima kasih kepada team dokter yang telah merawatku. Ketiga aku ingin berterima kasih kepada pihak sekolah SDN Pondok Kelapa 04 dan para guru yang sudah mendukung pengobatanku. Dokterku bilang, angkat jempol untuk  sekolah  yang  telah  menaikkan  kelas  walaupun  si anak tidak bisa masuk sekolah setiap hari. Karena dengan begitu sekolah telah mendukung pengobatan si anak”)


Catatan dari guru kelas VI-A:

Ini adalah kisah nyata yang dialami oleh Fahriza. Walaupun sering tidak bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas karena jadwal kemo yang padat, tetapi prestasinya berada di atas rata-rata. Belajar di rumah dengan bimbingan mamanya ketika kondisi kesehatan sedang tidak memungkin-kan. Sungguh kisah yang sangat menginspirasi.Sebuah perjuangan yang luar biasa. Semoga lekas sehat kembali, Fahriza.. Doa kami, guru-guru dan teman-teman SDN Pondok Kelapa 04.

Catatan tambahan:
13 Juni 2021 ba'da Isya, kabar duka di WA Grup sekolah. Murid hebat-ku, pejuang kanker yang tangguh, telah dipanggil untuk menghadap-Nya. Berbagai kenangan bersamanya seakan diputar ulang. Kubuka lagi WA pribadi darinya. Susunan kata yang bagus, sistematis, jauh di atas rata-rata tulisan anak seusianya...
Semoga Allah memberikan tempat terindah bagimu, Nak... Selamat jalan Fahriza.. Kisahmu akan jadi inspirasi bagi anak-anak lain, baik yang sehat ataupun yang sedang sakit.

1 komentar:

  1. Teringat saat Bu Dwi memberikan hasil cerita alm Fahriza ke saya, membaca ceritanya membuat saya berkaca-kaca dan berbicara dalam hati.. sungguh kamu hebat nak..

    BalasHapus